KONSEP SANKSI PENCABUTAN HAK POLITIK DALAM HUKUM PIDANA ANALITIS PARADIGMA POST-POSITIVISME
Abstract
Abstrak
Pencabutan hak politik sebagai pidana tambahan merupakan instrumen hukum yang digunakan untuk memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana yang menyalahgunakan jabatan publik, terutama dalam kasus korupsi. Dalam sistem hukum Indonesia, ketentuan mengenai pencabutan hak politik diatur secara normatif dalam KUHP dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi. Meskipun demikian, penerapannya di pengadilan masih bersifat fakultatif dan belum memiliki indikator hukum yang jelas. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan menelaah peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, serta doktrin hukum pidana untuk mengkaji legitimasi, batasan, dan dinamika penerapan pidana tambahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencabutan hak politik merupakan bentuk pembatasan hak asasi manusia yang sah, sepanjang diterapkan secara proporsional dan adil. Oleh karena itu, diperlukan pedoman yudisial yang lebih terstruktur untuk memastikan konsistensi penerapan pidana tambahan ini demi menjaga integritas sistem hukum dan perlindungan hak konstitusional.
Kata kunci: pencabutan hak politik, pidana tambahan, tindak pidana korupsi, hak asasi manusia, keadilan.
Abstract
The revocation of political rights as an additional criminal sanction is a legal instrument used to deter offenders who abuse public office, particularly in corruption cases. In Indonesia's legal system, the provision for revoking political rights is normatively regulated in the Criminal Code and the Law on the Eradication of Corruption, and is reinforced by the Constitutional Court's decisions. However, its implementation in court remains facultative and lacks clear legal indicators. This study adopts a normative legal approach by examining statutory regulations, court decisions, and criminal law doctrines to analyze the legitimacy, limitations, and practical dynamics of such additional punishment. The findings show that revoking political rights constitutes a legitimate restriction of human rights, provided it is applied proportionally and fairly. Therefore, a more structured judicial guideline is needed to ensure the consistent application of this additional sanction in order to uphold the integrity of the legal system and protect constitutional rights.
Keywords: revocation of political rights, additional punishment, corruption, human rights, justice.
Full Text:
PDFReferences
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 98.
Adnan Buyung Nasution, 2001. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Indonesia, Studi Sosio-Legal atas Konstituante 195 -1959,Cet.2. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,2001.
Andi Hamzah, Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm. 139–140.
Andrey Sudjatmoko, Keterkaitan Antara Hak Asasi Manusia Dengan Prinsip Rule of Law Dalam Negara Hukum Indonesia, dalam Hukum Humaniter: Suatu Pengantar. Jakarta: Pusat Studi Hukum Humaniter Fakultas Hukum Usakti, 1997.
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana, 2018), hlm. 159.
Claire, Holt. Culture and Politics in Indonesia. Ithaca, NY: Cornell Univercity Press,1972.
Daniel S Lev, Hukum dan Politik Indonesia, Jakarta: LP3ES, 2000.
Erdianto, B., “Pidana Tambahan Pencabutan Hak Politik: Kebutuhan atau Subjektivitas?”, Jurnal Hukum & Pembangunan, Vol. 49, No. 2 (2023), hlm. 211–229.
Erlyn Indarti, Diskresi dan Paradigma Sebuah Telaah Filsafat Hukum, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2010.
Erlyn Indarti, Legal Constructivism: Paradigma Baru Pendidikan Hukum Dalam Rangka Membangun Masyarakat Madani, Masalah-Masalah Hukum
ICW, Laporan Akhir Tahun Pemberantasan Korupsi 2023, hlm. 25–28.
J. Remmelink, Pengantar Hukum Pidana Materiil, terj. Tristam Moeliono, (Jakarta: Gramedia, 2003), hlm. 321.
Khudzaifah Dimyati, Teoritisasi Hukum, Studi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-1990, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2005.
KUHP, Pasal 35 ayat (1) angka 1–6.
KUHP, Pasal 35 jo. Pasal 10.
KUHP, Pasal 350.
Lawrence M.Friedman, American Law ( New York: W.W.Norton and Company, 1984.
Lihat Putusan MA No. 537 K/Pid.Sus/2021.
Ma’shum Ahmad, Politik Kekuasaan Kehakiman Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, Yogyakarta: Total Media, 2009.
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 84.
Montesquieu, Dasar-Dasar Ilmu Hukum dan Ilmu Politik, terjemahan M.Khoirul Anam, Bandung: Nusamedia, 2007.
Muhammad Mahfud, MD, Politik Hukum di Indonesia. Jakarta : LP3ES, 1998.
Norman K Denzin dan Yvonna S Lincoln, Handbook of Qualitative Research California: Sage Publications, 1994.
Philippe Nonet, Law and Society in Transition: Toward Responsive Law. New York: Harper Colophon Books,1978.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 42/PUU-XIII/2015.
Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum Pidana: Perspektif Sistem Peradilan Pidana Terpadu, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), hlm. 117.
Satjipto Rahardjo, Hukum Progesif, Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Genta Publsihing, 2009.
Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik, Upaya Pencarian Konsepsi Keadilan Transisional di Indonesia dalam Era Reformasi. Jakarta: Disertasi di Fakultas Hukum UI,2003.
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 13–14.
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 115.
Todung Mulya Lubis, In Search of Human Rights, (Jakarta: Gramedia, 2005), hlm. 142.
DOI: http://dx.doi.org/10.36722/jmih.v9i2.4585
Refbacks
- There are currently no refbacks.